Pages

 

Selasa, 03 Mei 2011

Otitis Media Akut (OMA)

0 komentar
Otitis media akut (OMA) adalah peradangan akut sebagian atau seluruh periosteum telinga tengah.

A. Etiologi
Bakteri piogenik seperti Streptococcus hemolyticus, Staphytococcus aureus, Pneumokok, H. influenzae, E. coli, S. anhemolyticus, P. vulgaris dan P. aeruginosa.

B. Patofisiologi
Terjadi akibat terganggunya faktor pertahanan tubuh yang bertugas menjaga kesterilan telinga tengah. Faktor penyebab utama adalah sumbatan tuba Eustachius sehingga pencegahan invasi kuman tergenggu. Pencetusnya adalah infeksi saluran napas atas. Penyakit ini mudah terjadi pada bayi karena tuba Eustachiusnya pendek, lebar, dan letaknya agak horizontal.

C. Manifestasi Klinis
Gejala klinis OMA tergantumg pada stadium penyakit dan umur pasien. Stadium OMA berdasarkan perubahan mukosa telinga tengah:

Stadium Oklusi Tuba Eustachius
Terdapat gambaran retraksi membran timpani aln’bat tekanan negatif di dalam telinga tengah. Kadang berwarna normal atau keruh pucat. Efusi tidak dapat dideteksi. Sukar dibedakan dengan otitis media serosa akibat vnvs atau alergi.

Stadium Hiperemis (Presupurasi)
Tampak pembuluh darah yang lebar di membran timpani atau seluruh membran tim­pani tampak hiperemis serta edema. Sekret yang telah terbentuk mungkin masih bersifat eksudat serosa sehingga sukar terlihat.
Otitis Media terbagi atas:
1. Otitis media supuratif
a. Otitis media supuratif akut atau otitis media akut
b. Otitis media supuratif kronik
2. Otitis media non supuratif atau otitis media serosa
a. Otitis media serosa akut (barotrauma atau aerotitis)
b. Otitis media serosa kronik (glue ear)
3. Otitis media spesifik, seperti otitis media sifilitika atau otitis media tuberkulosa
4. Otitis media adhesiva

Stadium Supurasi
Membran timpani menonjol ke arah telinga luar akibat edema yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel superfisial, serta terbentuknya eksudat purulen di kavum timpani.

Pasien tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat, serta nyeri di telinga bertambah hebat.

Apabila tekanan tidak berkurang, akan terjadi iskemia, tromboflebitis, dan nekrosis mukosa serta submukosa. Nekrosis ini terlihat sebagai daerah yang lebih lembek dan kekuningan pada membran timpani. Di tempat ini akan terjadi ruptur.

Stadium Perforasi
Karena pemberian antibiotik yang terlambat atau virulensi kuman yang tinggi, dapat terjadi ruptur membran timpani dan nanah keluar mengalir dari telinga tengah ke telinga luar. Pasien yang semula gelisah menjadi tenang, suhu badan turun, dan dapat tidur nyenyak.

Stadium Resolusi
Bila membran timpani tetap utuh, maka perlahan-lahan akan normal kembali. Bila terjadi perforasi, maka sekret akan berkurang dan mengering. Bila daya tahan tubuh baik dan virulensi kuman rendah, maka resolusi dapat terjadi tanpa pengobatan. OMA berubah menjadi otitis media supuratif subakut bila perforasi menetap dengan sekret yang keluar terus-menerus atau hilang timbul lebih dari 3 minggu. Disebut otitis media supuratif kronik (OMSK) bila lebih dari 1½ atau 2 bulan. Dapat meninggalkan gejala sisa berupa otitis media serosa bila sekret menetap di kavum timpani tanpa perforasi.

Pada anak, keluhan utama adalah rasa nyeri di daiam telinga dan suhu tubuh yang tinggi. Biasanya terdapat riwayat batuk pilek sebelumnya.

Pada orang dewasa, didapatkan juga gangguan pendengaran berupa rasa penuh atau kurang dengar.

Pada bayi dan anak kecil gejala khas OMA adalah suhu tubuh yang tinggi (>39,5°C), gelisah, sulit tidur, tiba-tiba menjerit saat tidur, diare, kejang, dan kadang-kadang memegang telinga yang sakit. Setelah terjadi ruptur membran timpani, suhu tubuh akan turun, dan anak tertidur.


D. Komplikasi
Sebelum adanya antibiotik, OMA dapat menimbulkan komplikasi mulai dari abses subperi­osteal sampai abses otak dan meningitis. Sekarang semua jenis komplikasi tersebut biasanya didapat pada OMSK.

E. Penatalaksanaan
Terapi bergantung pada stadium penyakitnya. Pengobatan pada stadium awal ditujukan untuk mengobati infeksi saluran napas, dengan pemberian antibiotik, dekongestan lokal atau sistemik, dan antipiretik.

o Stadium Oklusi
Terapi ditujukan untuk membuka kembali tuba Eustachius sehingga tekanan negatif di telinga tengah hilang. Diberikan obat tetes telinga HCl efedrin 0,5% untuk anak < 12 tahun atau HCl efedrin 1% dalam larutan fisiologis untuk anak di atas 12 tahun dan dewasa. Sumber infeksi lokal harus diobati. Antibiotik diberikan bila penyebabnya kuman.

o Stadium Presupurasi
Diberikan antibiotik, obat tetes hidung, dan analgesik. Bila membran timpani sudah terlihat hiperemis difus, sebaiknya dilakukan miringotomi. Dianjurkan pemberian antibiotik golongan penisilin atau eritromisin. Jika terdapat resistensi, dapat diberikan kombinasi dengan asam klavulanat atau sefalosporin. Untuk terapi awal diberikan penisilin intramuskular agar konsentrasinya adekuat di dalam darah, sehingga tidak terjadi mas­toiditis terselubung, gangguan pendengaran sebagai gejala sisa, dan kekambuhan. Antibiotik diberikan minimal selama 7 hari.
Pada anak diberikan ampisilin 4 x 50-100 mg/kg BB, amoksisilin 4 x 40 mg/kg BB/hari, atau eritromisin 4 x 40 mg/kg BB/hari.

o Stadium Supurasi
Selain antibiotik, pasien harus dirujuk untuk dilakukan miringotomi bila membran tim­pani masih utuh sehingga gejala cepat hilang dan tidak terjadi ruptur.

o Stadium Perforasi
Terlihat sekret banyak keluar, kadang secara berdenyut. Diberikan obat cuci telinga H2O2 3% selama 3-5 hari serta antibiotik yang adekuat sampai 3 minggu. Biasanya sekret akan hilang dan perforasi akan menutup sendiri dalam 7-10 hari.

o Stadium Resolusi
Membran timpani berangsur normal kembali, sekret tidak ada lagi, dan perforasi menutup. Bila tidak, antibiotik dapat dilanjutkan sampai 3 minggu. Bila tetap, mungkin telah terjadi mastoiditis.

F. Miringotomi
Miringotomi adalah tindakan insisi pada pars tensa membran timpani agar terjadi drainase sekret dari telinga tengah ke telinga luar. Tindakan bedah kecil ini harus dilakukan a vue (lihat langsung), pasien harus tenang dan dikuasai. Lokasi insisi di kuadran posterior inferior.

Operator harus memakai lampu kepala dengan sinar yang cukup terang, corong telinga yang sesuai, serta pisau: parasentesis yang kecil dan steril. Dianjurkan untuk melakukannya dengan narkosis umum dan memakai mikroskop.
Bila pasien mendapat terapi yang adekuat, miringotomi tidak perlu dilakukan, kecuali bila jelas tampak adanya nanah di telinga tengah.

Komplikasi yang mungkin terjadi adalah perdarahan akbat trauma liang telinga luar, dislokasi tulang pendengaran, trauma pada fenestra rotundum, trauma ner­vus fasialis, dan trauma pada bulbus jugulare.

G. Parasentesis
Parasentesis adalah pungsi pada mernbran timpani dengan semprit, dan jarum khusus untuk mendapatkan sekret guna pemeriksaan mikrobiologik. Komplikasinya kurang lebih sama dengan miringotomi.

0 komentar:

Posting Komentar

Informasi yang tersedia di Blog -♫►Don't Say No Fate◄♫-(artikel kesehatan) dikumpulkan dari berbagai sumber dan tidak dimaksudkan sebagai pengganti nasihat, saran, konsultasi ataupun kunjungan kepada dokter anda!
Jika anda mengalami masalah serius, segera hubungi dokter!
Terima Kasih..

PERHATIAN :
Seluruh komentar yang ada merupakan tanggung jawab masing-masing komentator. Saya berhak untuk memberikan atau mempublikasikan identitas pribadi komentator yang bersangkutan apabila komentar tersebut terbukti merugikan pihak-pihak tertentu.
Komentar yang mengandung Sara, Pornografi dan Berbau Iklan akan saya hapus.