Rinitis alergi adalah penyakit/kelainan yang merupakan manifestasi klinis reaksi hipersensitivitas tipe I (Gell & Coombs) dengan mukosa hidung sebagai organ sasaran.
Berdasarkan sifat berlangsungnya, rinitis alergi dibedakan atas :
1. Rinitis alergi musiman (seasonal, hay fever, pollinosis). Hanya ada di negara yang memiliki 4 musim. Alergen penyebabnya spesifik, yaitu tepungsari dan spora jamur.
2. Rinitis alergi sepanjang tahun (perennial)
Gejala keduanya hampir sama, hanya sifat berlangsungnya yang berbeda.
Gejala rinitis alergi sepanjang tahun timbul terus-menerus atau intermiten. Meskipun lebih ringan dibandingkan rinitis musiman, tapi karena lebih persisten, komplikasinya lebih sering ditemukan. Dapat timbul pada semua golongan umur, terutama anak dan dewasa muda, namun berkurang dengan bertambahnya umur. Faktor herediter berperan, sedangkan jenis kelamin, golongan etnis, dan ras tidak berpengaruh.
A. Etiologi
Penyebab tersering adalah alergen inhalan (dewasa) dan ingestan (anak-anak). Pada anak-anak sering disertai gejala alergi lain, seperti urtikaria dan gangguan pencernaan.
Diperberat oleh faktor nonspesifik, seperti asap rokok, bau yang merangsang, perubahan cuaca, dan kelembaban yang tinggi.
B. Patofisiologi
Pada reaksi alergi ini dilepaskan berbagai zat mediator yang akan menimbulkan gejala klinis. Zat mediator utama dan terpenting adalah histamin yang memiliki efek dilatasi pembuluh darah, peningkatan permeabilitas kapiler, iritasi ujung-ujung saraf sensoris, dan aktivasi sel-sel kelenjar sehingga sekret diproduksi lebih banyak.
C. Diagnosis Banding
Rinitis nonalergi, rinitis infeksi, dan common cold.
D. Manifestasi Klinis
Serangan bersin berulang lebih dari lima kali dalam satu serangan. Rinorea yang encer dan banyak, hidung tersumbat, hidung dan mata gatal, kadang disertai lakrimasi. Tidak ada demam. Gejala sering tidak lengkap.
Gejala spesifik lain pada anak-anak bila penyakit telah berlangsung lama (>2 tahun) adalah bayangan gelap di daerah bawah mata (allergie shiner) akibat stasis vena sekunder karena obstruksi hidung. Anak sering menggosok-gosok hidung dengan punggung tangan (allergic salute). Lama-lama akan mengakibatkan timbul garis melintang di dorsum nasi sepertiga bawah (allergic crease).
Sering disertai penyakit alergi lainnya seperti asma, urtikaria, atau eksim.
Pada rinoskopi anterior didapatkan mukosa edema, basah, pucat atau livid, disertai banyak sekret encer. Di luar serangan, mukosa kembali normal, kecuali bila telah berlangsung lama.
E. Komplikasi
Polip hidung, otitis media, dan sinusitis paranasal.
F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan sitologi hidung sebagai pemeriksaan penyaring atau pelengkap. Ditemukan eosinofil dalam jumlah banyak menunjukkan kemungkinan alergi inhalan, basofil kemungkinan alergi ingestan, dan sel polimorfonuklear menunjukkan infeksi bakteri.
Pada pemeriksaan darah tepi, hitung eosinofil dan IgE total serum dapat normal atau meningkat.
Yang lebih bermakna tes IgE spesifik dengan RAST (radio immunosorbent test) atau ELISA (enzyme linked immuno assay).
Dapat juga dicari secara in vivo dengan uji intrakutan yang tunggal atau berseri, uji tusuk (prick test), uji provokasi hidung/uji inhalasi, dan uji gores. Dilakukan diet eliminasi dan provokasi untuk alergi makanan.
G. Penatalaksanaan
Terapi ideal adalah menghindari kontak dengan alergen penyebab dan eliminasi.
Terapi simtomatis dilakukan melalui pemberian antihistamin dengan atau tanpa vasokonstriktor atau kortikosteroid per oral atau lokal. Preparat yang dipakai adalah agonis alfa adrenoseptor, terutama untuk mengatasi sumbatan hidung. Diberikan peroral, biasanya dalam kombinasi dengan antihistamin seperti pseudoefedrin fenilpropanolamin. Pemberian topikal harus hemat dan jangka pendek (4-10 hari). Efek kortikosteroid baru terasa setelah pemakaian agak lama. Pemakaian topikal dengan preparat baru, seperti beklometason, flunisolid dan budesonid untuk jangka panjang cukup aman. Pernakaian peroral dengan pemberian intermiten atau tapering off hanya untuk kasus berat, diberikan 2 minggu sebelum pemberian topikal agar pemberian topikal efektif.
Dapat diberikan natrium kromolat dalam bentuk inhalasi untuk pencegahan.
Untuk hipertrofi konka, pasien harus dirujuk agar dapat dilakukan kauterisasi konka inferior dengan nitras argenti atau triklor asetat. Jika hipertrofi sudah berat dapat dilakukan konkotomi.
Untuk gejala yang berat dan lama serta bila terapi lain tidak memuaskan, dilakukan imunoterapi melalui desensitisasi dan hiposensitisasi atau netralisasi.
0 komentar:
Posting Komentar
Informasi yang tersedia di Blog -♫►Don't Say No Fate◄♫-(artikel kesehatan) dikumpulkan dari berbagai sumber dan tidak dimaksudkan sebagai pengganti nasihat, saran, konsultasi ataupun kunjungan kepada dokter anda!
Jika anda mengalami masalah serius, segera hubungi dokter!
Terima Kasih..
PERHATIAN :
Seluruh komentar yang ada merupakan tanggung jawab masing-masing komentator. Saya berhak untuk memberikan atau mempublikasikan identitas pribadi komentator yang bersangkutan apabila komentar tersebut terbukti merugikan pihak-pihak tertentu.
Komentar yang mengandung Sara, Pornografi dan Berbau Iklan akan saya hapus.